“Apa itu mata uang pelaporan?” mungkin ada yang bertanya seperti itu.
Yang dimaksud dengan “mata uang pelaporan” (presentation currency) adalah mata uang yang dipergunakan oleh perusahaan induk dalam melaporkan seluruh aktivitas operasional usahanya, termasuk operasional anak-anak perusahaan yang ada di luar negeri.Sehingga “Translasi ke dalam mata uang pelaporan” artinya, mengkonversikan laporan keuangan anak perusahaan—yang menggunakan mata uang lokal dimana beroperasi sebagai mata uang fungsional—ke dalam dalam mata uang pelaporan perusahaan induk.
Misalnya:
JAK Corp berkedudukan di Indonesia, listing di BEJ, mata uang pelaporan JAK Corp di BEJ adalah Indonesian Rupiah (IDR). Merujuk ke contoh kasus sebelumnya, maka akuntan JAK Corp perlu mentranlasikan laporan keuangan anak perusahaannya yang di Singapore (JAK Pte Ltd)—yang menggunakan SIN$ sebagai mata uang fungsional—ke dalam satuan IDR, sebelum diikutsertakan (atau dikonsolidasikan) ke dalam laporan keuangan JAK Corp di Indonesia.
(Note: translasi tidak harus dilakukan oleh perusahaan induk, pada prakteknya bisa saja dilakukan oleh anak perusahaan sebelum mengirimkan laporan keuangannya ke perusahaan induk).
Penting untuk diketahui: ”mata uang lokal” dimana perusahaan induk berkedudukan TIDAK serta-merta menjadi mata uang pelaporan. Dalam kasus JAK Corp yang berdudukan di Indonesia tadi misalnya, jika disamping listing di BEJ JAk Corp juga listing di Nasdaq (Amerika Serikat), maka mata uang pelaporannya untuk di Nasdaq adalah USD. Atau bisa jadi mengunakan USD baik untuk di BEJ maupun di Nasdaq. Jika ini situasinya, maka laporan keuangan JAK Pte Ltd (yang menggunakan SIN$ sebagai mata uang fungsional) ditranslasikan ke dalam USD.
Nah, bagaimana prosedur translasi ke dalam mata uang pelaporan? Berikut adalah langkah-langkahnya:
Langkah-1. Identifikasi dan Tentukan Mata Uang Fungsional Anak Perusahaan (subsidiary) – Seperti sudah saya sampaikan di atas, anak perusahaan bisa saja bertransaksi dalam beragam mata uang. Untuk itu, sebelum translasi dilakukan, perlu mengidentifikasi mata uang fungsionalnya. (Lihat caranya dalam penjelasan sebelumnya mengenai konsep mata uang fungsinal)
Langkah-2. Konversikan Transaksi Anak Perusahaan Ke Dalam Mata Uang Fungsionalnya – Setelah di langkah-1 selesai dilakukan (dan mata uang fungsional telah diketahui), maka di langkah yang kedua ini anda mengkonversikan semua transkasi yang terjadi di perusahan anak (apapun mata uangnya) ke dalam mata uang fungsionalnya. Penting untuk diperhatikan, semua anak perusahaan sebaiknya menggunakan mata uang fungsional secara konsisten dari tahun-ke-tahun, sehingga ada basis perbandingan yang pasti ketika pelaporan muti-tahun diperlukan.
Langkah-3. Konversikan hasil Laporan Posisi Keuangan (Neraca) ke Mata Uang Pelaporan – Setelah semua laporan keuangan anak perusahaan dikonversikan ke mata uang fungsionalnya (langkah-2), di langkah ketiga ini anda mengkonversikan semua laporan keuangan (baik anak perusahaan maupun induknya). Bisa saja perusahaan induk juga bertransaksi dalam beragam mata uang, selain mata uang pelaporannya. Misalnya: untuk pelaporan listing di Nasdaq, JAK corp menggunakan USD sebagai mata uang pelporan, sementara sebagian besar transkasi di JAK corp dalam IDR. Dalam situasi ini maka laporan posisi keuangan (Neraca) JAK corp—sebagai perusahaan induk-pun perlu dikonversikan ke dalam mata uang pelaporan.
Yups. Hanya tiga langkah saja. Mudah bukan?
Oopps.. ada ketentuan khusus yang harus diperhatikan APABILA perusahaan (entah anak atau induk perusahaan) berada dalam lingkungan ekonomi yang mengalami inflasi di luar batas kewajaran (bahasa standardnya “Hyperinflasi”). IAS 21 menyebutkan beberapa indikasi utama yang menunjukan adanya hyperinflasi—dalam suatu negara, yaitu:
- Perilaku populasi terhadap mata uang lokal;
- Harga yang bertautan dengan indeks harga; dan
- Akumulasi rate inflasi selama tiga tahun mendekati atau mencapai 100%.
Prosedur translasi khusus seperti apa yang harus dipergunakan bila perusahaan berada dalam lingkungan ekonomi yang mengalami hyperinflasi?
Jika perusahaan berada dalam lingkungan ekonomi yang mengalami hyperinflasi, menurut IFRS (IAS 21), maka LANGKAH-3 diatas harus memperhatikan 4 ketentuan berikut ini:
- Tranlasikan semua ASET dan LIABILITAS dengan menggunakan “nilai tukar penutupan” (closing rate)—termasuk komparasinya (jika ada). Sebagai informasi tambahan, yang dimaksud dengan closing rate dalam hal ini adalah “spot exchange rate” pada TANGGAL NERACA. Sementara yang dimaksud dengan “spot exchange rate” adalah nilai tukar yang bisa direalisasikan segera untuk pertukaran mata uang pada waktu tertentu (dalam hal ini adalah pada tanggal neraca).
- Translasikan (konversikan) semua PENDAPATAN dan BIAYA/COST dari masing-masing Laporan Laba Rugi—termasuk komparasinya (jika ada)—dengan menggunakan nilai tukar (exchange rate) pada TANGGAL TRANSAKSI. Jika rate per transaksi tidak diketahui, sebagai alternative anda bisa menggunaka “rate rata-rata” selama kurun waktu periode pelaporan.
- Akui selisih pertukaran—atas konversi yang dilakukan—di akun “Pendapatan Kemprehsif Lain” pada laporan “Laba/Rugi Komperhensive.” Pada Neraca konsolidasi perusahaan induk, selisih pertukaran diamasukan ke dalam kelompok “Ekuitas” sebagai “Cadangan Translasi Mata Uang Asing” hingga anak perusahaan ditutup (tidak beroperasi lagi). Lihat prosedur berikutnya…
- Pada saat penutupan (penghentian operasional) anak perusahaan, akumulasi nilai selisih pertukaran yang selama ini berada di akun “Cadangan Translasi Mata Uang Asing” direklasifikasikan dari equity ke Laba atau Rugi (sebagai adjustment) bersamaan dengan pengakuan “Laba/Rugi Penutupan Anak Perusahaan.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar