BLOG

SEMOGA BLOG INI DAPAT BERMANFAAT, .........

Taujih

Arsip Artikel Keluarga Sakinah :

Menjaga Kebahagiaan Rumah Tangga (1)

Menjadi suami isteri yang baru merupakan kondisi yang berbeda sama sekali dibanding ketika bujangan. Menjadi suami isteri berarti bertemunya dua watak, perasaan, keinginan, kebiasaan, dan kesenangan yang berbeda. Maka yang harus dilakukan adalah berupaya untuk saling memahami dan menyesuaikan diri serta membuat kesepakatan yang sama untuk tujuan sebuah keluarga.

Rumah tangga yang bahagia adalah rumah tangga yang dibangun di atas tujuan mencari ridho Alloh subhanahu wa ta'ala dan masing-masing pasangan memahami tugas, peran, fungsi, hak dan kewajiban serta tanggung jawabnya di dalam rumah tangga.

A. HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI
Setiap orang tua mempunyai hak atas anaknya. Demikian pula seorang anak mempunyai hak atas ayahnya. Kewajiban-kewajiban seorang Ayah adalah:

Mendapatkan calon ibu yang sholihah yang akan mengandung, menyusui dan mendidik putra-putrinya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memberitahukan bahwa biasanya suami itu memilih wanita yang ingin dijadikan isteri dengan empat alasan, karena kecantikkannya, nasabnya, hartanya dan agama-nya dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengajarkan agar calon suami menitikberatkan pada faktor agama.

Seorang suami mengerti cara menggauli istrinya.
Seorang suami ketika awal menemui istrinya hendaklah berdo’a meminta kebaikan dari istri yang diberikan-Nya, lalu meletakkan tangannya di atas ubun-ubun kepala isterinya dengan berdoa:
---------------------------- Huruf Arab ----------------------------

Kemudian sholat bersamanya dua raka’at.


Selanjutnya ia mendatangi isterinya dengan menyenangkan hati isterinya, sehingga suasana nyaman, hangat, dan indah berkesan.

Jika ia hendak mendatanginya, maka hendaklah ia (suami) berdo’a,
---------------------------- Huruf Arab ----------------------------

“Ya Allah, jauhkanlah kami dari syaithan dan jauh-kanlah syaithon dari apa-apa yang Engkau rizqikan kepada kami.”
Apabila sang suami telah mencapai kepuasan, maka hendaklah ia menunggu sampai sang isteri mencapai kepuasannya.


Suami tidak memaksa ketika sang isteri sedang tidak tenang hatinya atau sedang kelelahan karena seharian mengurus rumah dan anak.
Suami mendorong isteri untuk memperbanyak kela-hiran atau mempunyai anak. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Nikahilah perempuan yang penyayang dan dapat mem-punyai banyak anak (subur), karena aku bangga dengan sebab banyaknya kalian di hadapan para nabi nanti pada hari Kiamat.” (HR. Ahmad No: 13594)

Memimpin anak-anak dan isterinya, menjadi orang yang dituakan, hakim, sekaligus pendidik, sehingga tidak ada anggota keluarga yang menyimpang akhlak dan adabnya.

Firman Alloh Subhanahu wa Ta'ala, “Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Alloh Subhanahu wa Ta'ala telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menaf-kahkan sebagian dari harta mereka.” (QS. An-Nisa, 4:34)

“Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan bebatuan. Di dalamnya ada malaikat yang kasar lagi bengis yang tidak mengingkari terhadap apa yang diperintahkan kepadanya dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”. (QS.At-Tahrim:6)

Biasakan dirimu dengan ketaatan dan kebaikan, kemudian ajarkan kepada anak-anak dan isterimu kebaikan dan ketaatan itu.

Memberi nafkah dengan memberikan makanan yang halal, pakaian dan tempat tinggal.
Firman Allah, “Hendaknya orang yang mempunyai kelelua-saan itu memberikan nafkah sesuai dengan keleluasaannya.” (QS: At-Thalaq: 7)

Nabi  bersabda,
---------------------------- Huruf Arab ----------------------------

“Satu dinar yang kamu belanjakan di jalan Alloh Subhanahu wa Ta'ala, satu dinar yang kamu belanjakan untuk (membebaskan) seorang budak, satu dinar yang kau sedekahkan kepada orang miskin dan satu dinar yang kamu belanjakan untuk keluargamu, maka yang terbesar (pahalanya) adalah dinar yang kamu belanjakan untuk keluargamu.” (HR. Imam Muslim dari Abu Hurairoh Radhiallahu 'anhu No: 995)


Menyediakan rumah atau tempat tinggal untuk istri dan anaknya.

Menjadi teladan bagi anak dan istri dalam kebaikan dan ketakwaan kepada Alloh Subhananu wa Ta'ala. Dalam bimbingan suami yang sholih dan istri yang sholihah sangat memungkinkan bagi anak-anak untuk tumbuh dan berkembang dalam suasana yang baik dan penuh keimanan.

Menghormati orang tua dan keluarga istri serta kerabatnya. Sebab bila seseorang menikah, dia bukanlah menikah dengan istrinya saja, tetapi dia juga mengambil saudara dan kerabat istrinya sebagai saudara dan kerabatnya yang harus disayangi juga.

Menganjurkan dan menggairahkan isteri untuk meningkatkan wawasan dan keilmuan. Menghadiri majlis ilmu dan mempelajari ilmu yang sesuai dengan kodrat wanita, dengan tetap memperhatikan keamanan dan tidak adanya ikhtilat dengan laki-laki.

Menyediakan waktu khusus bagi istri dan mendengarkan keluhan-keluhannya. Menghargai pekerjaan rumahnya dan pemeliharaan anak-anaknya. Jika mengetahui ia melakukan kekeliruan tidak segera mencelanya, tetapi menasehatinya dengan cara yang baik.

Tidak mencelanya maupun membanding-bandingkan-nya dengan wanita lain yang lebih baik. Sebab kita pun sangat tidak senang, jika dibanding-bandingkan dengan orang lain, karena setiap orang punya kekurangan dan kelebihan, demikian juga sang istri.

Mengajak istri dan anak-anak mengunjungi orang-orang sholih untuk mencontoh mereka. Mengunjungi guru dan meminta nasehat darinya.

Mengajak istri dan anak-anak untuk sesekali mengisi liburan dengan rekreasi ke tempat yang sejuk dan menyegarkan fisik dan pikiran. Mengadakan permainan yang menggembirakan seperti olah raga dan bermain kejar-kejaran dengan istri dan anak-anak.

Memberikan hadiah yang mendidik kepada isteri dan anak jika melakukan sesuatu yang baik. Tidak mengukur hadiah dari mahalnya harga, tetapi dari perhatian yang tepat, saat yang sesuai dan disaat mereka terlihat meng-harapkan perhatian.

INDAHNYA PACARAN SETELAH PERNIKAHAN

HuraiyatulJannah

Meniti Langkah Menuju Ridho Illahi, Hingga Ridho-Nya Hantarkan Ke Jannah-Nya...
Assalamu'alaykum...

Selamat Datang.... ^_^
Kamis, 03 Maret 2011
Nikah (Resume Kultwit Gurunda Salim A. Fillah)


Bismillah...

Sharing resume kultwit tentang #Nikah dari Gurunda Salim A. Fillah :

1. Dalam isyarat Nabi tentang #Nikah, ialah sunnah teranjur nan memuliakan. Sebuah jalan suci untuk karunia sekaligus ujian cinta-syahwati

2. Maka #Nikah sebagai ibadah, memerlukan kesiapan & persiapan. Ia tuk yang mampu, bukan sekedar mau. “Ba’ah” adalah parameter kesiapannya

3. Maka berbahagialah mereka yang ketika hasrat #Nikah hadir bergolak, sibuk mempersiapkan kemampuan, bukan sekedar memperturutkan kemauan

4. Persiapan #Nikah hendaknya segera membersamai datangnya baligh, sebab makna asal “Ba’ah” dalam hadits itu adalah “Kemampuan seksual.”

5. Imam Asy Syaukani dalam Subulus Salam, Syarah Bulughul Mahram menambahkan makna “Ba’ah” yakni: kemampuan memberi mahar & nafkah. #Nikah

6. Mengompromikan “Ba’ah” di makna utama (seksual) & makna tambahan (mahar, nafkah), idealnya anak lelaki segera mandiri saat baligh. #Nikah

7. Jika kesiapan #Nikah diukur dengan “Ba’ah”, maka persiapannya adalah proses perbaikan diri nan tak pernah usai. Ia terus seumur hidup

8. Izinkan saya membagi Persiapan #Nikah dalam 5 ranah: Ruhiyah, ‘Ilmiyah, Jasadiyah (Fisik), Maaliyah (Finansial), Ijtima’iyah (Sosial)

9. Persiapan #Nikah perlu start awal. Salim nikah usia 20 tahun, tapi karena persiapannya dimulai umur 15 tahun, maka tak bisa disebut tergesa

10. Sebaliknya, ada orang yang #Nikah-nya umur 30 th, tapi persiapan penuh kesadaran baru dimulai umur 29,5 th. Itu namanya tergesa-gesa


11. Kita mulai dari yang pertama; Persiapan Ruhiyah. Ialah nan paling mendasar. Segala persiapan #Nikah lainnya berpijak pada yang satu ini

12. Persiapan Ruhiyah (Spiritual) ada pada soal menata diri menerima ujian & tanggung jawab hidup nan lebih berlipat, berkelindan. #Nikah

13. (QS Ali Imran 14): Sebelum nikah ujian kita linear: pasangan hidup. Begitu #Nikah berjejalin: pasangan, anak, harta, gengsi, investasi

14. Sebelum #Nikah, grafik hidup kita analog dengan amplitudo kecil. Setelah menikah, ia digital variatif; kalau bukan NIKMAT, ya MUSIBAH

15. Maka termakna jua dalam Persiapan Ruhiyah terkait #Nikah adalah kemampuan mengelola SABAR dan SYUKUR menghadapi tantangan-tantangan itu

16. SABAR & SYUKUR itu semisal tentang pasangan; ia keinsyafan bahwa tak ada yang sempurna. Setiap orang memiliki lebih & kurangnya. #Nikah

17. Khadijah itu lembut, penyabar, penuh pengertian, & dukung penuh perjuangan. Tapi tak semua lelaki mampu beristeri jauh lebih tua. #Nikah

18. ‘Aisyah: cantik, cerdas, lincah, imut. Tapi tak semua lelaki siap dengan kobar cemburunya nan sampai banting piring di depan tamu #Nikah

19. Persiapan Ruhiyah #Nikah adalah mengubah ekspektasi menjadi obsesi. Dari harapan akan apa nan diperoleh, menuju nan apa akan dibaktikan

20. Jika #Nikah masih terbayang sebab: lapar ada yang masakin, capek ada yang mijitin, baju kotor dicuciin. Itu ekspektasi. Bersiaplah kecewa



21. Ekspektasi macam itu lebih tepat dipuaskan oleh tukang masak, tukang pijit, & tukang cuci ;) Ber-obsesilah dalam #Nikah. “Apa obsesimu?”

22. Obsesi sebagai Persiapan Ruhiyah #Nikah semisal: Bagaimana kau akan berjuang sebagai suami/isteri, ayah/ibu untuk mensurgakan keluargamu?

23. Usai itu, di antara persiapan Ruhiyah #Nikah adalah menata ketundukan pada segala ketentuanNya dalam rumahtangga & masalah-masalahnya

24. Lalu persiapan ‘Ilmiyah-Tsaqafiyah (Pengetahuan) #Nikah, meliputi banyak hal semisal Fiqh, Komunikasi Pasangan, Parenting, Manajemen, dll

25. Bukan Ustadz-pun, tiap muslim harus sampai pada batas minimal ilmu syar’i nan dibutuhkan dalam berhidup, berinteraksi, berkeluarga #Nikah

26. Lalu tentang komunikasi pasangan; seringnya masalah rumah tangga bukan karena ada maksud jahat, melainkan maksud baik nan kurang ilmu #Nikah

27. Sungguh harus diilmui bahwa lelaki & perempuan diciptakan berbeda dengan segala kekhasannya, untuk saling memahami & bersinergi. #Nikah

28. Contoh beda hadapi masalah & tekanan; Wanita: berbagi, didengarkan, dimengerti. Lelaki: menyendiri, kontemplasi, rumuskan solusi #Nikah

29. Bayangkan jika perbedaan itu dibawa dalam sikap dengan asumsi: “Aku mencintaimu seperti aku ingin dicintai” Konflik pasti meraja. #Nikah

30. Suami pulang dengan masalah berat disambut isteri yang memaksa ingin tahu & dengar problemnya, padahal ia ingin sendiri & bersolusi. #Nikah




32. Sebaliknya, Isteri yang sedang ingin didengar lalu curhat ke suami, suami malah tawarkan solusi. Padahal dia hanya ingin dimengerti. #Nikah

33. Isteri: Mas aku capek, rumah berantakan bla-bla-bla. Suami: OK, kita cari pembantu. Istri: O, jadi aku dianggap pembantu?! Suami: Lho?! #Nikah

34. BEDA lagi: Suami single tasking, bisa marah kalau isterinya nan multitasking memintanya kerjakan beberapa hal berrangkai-rangkai. #Nikah

35. BEDA lagi: Isteri sering berkalimat tak langsung nan tak difahami suami. Misalnya Istri: Mas, Salma belum dijemput, aku masih harus masak! #Nikah

36. Jawab suami: Oh, kalau gitu biar nanti Salma pulang sendiri” Dijamin para isteri gondok, sebab maksudnya: Tolong jemput Salma! #Nikah

37. BEDA. Bagi suami masalah harus disederhanakan (Spiral ke dalam). Bagi isteri, tiap detail & keterkaitan sangat penting (Spiral keluar) #Nikah

38. Dan banyak lagi BEDA yang jika tak diilmui potensial jadi masalah serius. Lengkapnya di Bahagianya Merayakan Cinta #BMC

39. Next: Parenting. Waktu kita sempit; belum puas belajar jadi suami/isteri, tiba-tiba sudah jadi ayah/ibu. Maka segeralah belajar jadi Ortu #Nikah

40. Anak adalah karunia yang hiasi hidup, amanah (lahir dalam fitrah, kembalikan ke Allah dalam fitrah), pahala, sekaligus fitnah (ujian). #Nikah



41. Maka mengilmui hingga detail-detail kecil soal parenting adalah niscaya. Contoh Hadits: renggutan kasar pada bayi membekas di jiwa. #Nikah

42. Uji kecil buat calon ibu & ayah: “Apa yang anda lakukan saat anak lari-larian di depan rumah lalu GABRUSS, jatuh berdebam?” #Nikah

43. LAZIM: “Sudah dibilang, jangan lari-lari! Tuh, jatuh kan!” -> Anak belajar untuk menganggap dirinya selalu bersalah dalam hidupnya. #Nikah

44. LAZIM: “iih, batunya nakal ya Nak! Sini Ibu balaskan!” -> Anak belajar salahkan keadaan sekitar untuk excuse dari kurangnya ikhtiyar. #Nikah

45. LAZIM: “Hm, nggak apa-apa, nggak sakit, cuma kayak gitu!” -> Ketakpekaan. Hati-hati dibalas saat kita sudah tua & sakit-sakitan ;p #Nikah

46. Alangkah bahaya tiap huruf dari lisan bagi masa depan anak kita. Latihlah dia agar lempang (tanpa dusta & tipu) dalam taqwa (QS 4: 9) #Nikah

47. Kita masuk persiapan Jasadiyah (Fisik) untuk #Nikah. Ini jua perkara penting sebab terkait dengan keamanan, kenyamanan, & ketenangan

48. Awal-awal, periksa & konsultasilah ke dokter atas termungkinnya segala penyakit tubuh, lebih-lebih nan terkait kesehatan reproduksi #Nikah

49. Per #Nikah-an itu utuh di segala sisi diri, maka menjalani terapi & rawatan tertentu untuk membaikkan fisik adalah jua hal yang utama

50. Fisik kita & pasangan bertanggung jawab lahirkan generasi penerus yang lebih baik. Maka perbaiki daya & staminanya sejak sekarang. #Nikah




51. Perbaiki pola asup, tata gizi seimbang. Allah akan mintai tanggung jawab jajan sembarangan jika ia jadi sebab jeleknya kualitas penerus #Nikah

52. Bangun kebiasaan olahraga ilmiah; tak asal gerak tapi membugarkan, menyehatkan, melatih ketahanan. Tugas fisik berlipat 3 setelah #Nikah

53. Jadi, target persiapan fisik #Nikah itu 3 tingkatan; PRIMER: sehat & aman penyakit, SEKUNDER: bugar & tangkas, TERSIER: beauty & charm ;)

54. Selanjutnya, persiapan Maliyah (finansial), ini yang paling sering menghantui & membuat ragu sepertinya. Padahal ianya sederhana. #Nikah

55. Yang tepat bicara persiapan Maliyah ini sebenarnya Ust. @ahmadgozali, izinkan Salim lancang singgung sedikit dengan ilmu nan dangkal #Nikah

56. Konsep awal; tugas suami adalah menafkahi, BUKAN mencari nafkah. Nah, bekerja itu keutamaan & penegasan kepemimpinan suami. #Nikah

57. Ingat & catat: Persiapan finansial #Nikah sama sekali TIDAK bicara tentang berapa banyak uang, rumah, & kendaraan yang harus anda punya

58. Persiapan finansial #Nikah bicara tentang kapabilitas hasilkan nafkah, wujudnya upaya untuk itu, & kemampuan kelola sejumlah apapun ia

59. Maka memulai per #nikah-an, BUKAN soal apa anda sudah punya tabungan, rumah, & kendaraan. Ia soal kompetensi & kehendak baik menafkahi

60. ‘Ali ibn Abi Thalib memulai #Nikah bukan dari nol, melainkan minus: rumah, perabot, dll dari sumbangan kawan dihitung hutang oleh Nabi



61. Tetapi ‘Ali menunjukkan diri sebagai calon suami kompeten; dia mandiri, siap bekerja jadi kuli air dengan upah segenggam kurma. #Nikah

62. Maka sesudah kompetensi & kehendak menafkahi yang wujud dalam aksi bekerja -apapun ia-, iman menuntun: #Nikah itu buat kaya (QS 24: 32)

63. Agak malu, Salim juga minus saat nikah; hutang yang terrencanakan terbayar dalam 2 tahun menurut proyeksi hasil kerja saat itu. #Nikah

64. Tetapi Allah Maha Kaya, dan #Nikah menjadi pintu pengetuknya. Hadirnya isteri menjadi penyemangat; hutang itu selesai dalam 2 bulan

65. Buatlah proyeksi nafkah #Nikah secara ilmiah & executable, JANGAN masukkan pertolongan Allah dalam hitungan, tapi siaplah dengan kejutanNya;)

66. Kemapanan itu tidak abadi. Saya memilih #Nikah di usia 20 saat belum mapan agar tersiapkan isteri untuk hadapi lapang maupun sempitnya ;)

67. Bahkan ketidakmapanan yang disikapi positif menurut penelitian Linda J. Waite (Psikolog UCLA), signifikan memperkuat ikatan cinta #Nikah

68. Ketidakmapanan nan dinamis menurut penelitian Karolinska Institute Swedia, menguatkan jantung, meningkatkan angka harapan hidup. #Nikah

69. Karolinska Institute: kemapanan lemahkan daya tahan jantung terhadap serangan. Di Swedia, biasanya yang kena infark langsung wafat PNS #Nikah

70. Persiapan #Nikah yang sering terabai ialah nan kelima ini: Ijtima’iyah (Sosial). Pernikahan adalah peristiwa yang kompleks secara sosial




71. Sebuah per #Nikah-an yang utuh punya visi & misi kemasyarakatan untuk menjadi pilar kebajikan di tengah kemajemukan suatu lingkungan

72. Untuk itu, mereka yang akan me #Nikah hendaknya mengasah keterampilan sosialnya jauh-jauh hari, sekaligus sebagai bagian pendewasaan

73. Membiasakan mengkomunikasikan prinsip-prinsip nan diyakini terkait per #Nikah-an & kehidupan kepada Ortu bisa jadi bagian dari latihan

74. Prinsip Quran tentang hubungan dengan Ortu ialah ‘persahabatan’, Wa Shaahibhuma (QS Luqman 15). Gunakan itu untuk dewasakan diri. #Nikah

75. Maka kadang Salim menilai kedewasaan kawan yang ingin me #Nikah dengan keberhasilannya untuk komunikasikan prinsip pada Ortu secara ma’ruf

76. Persiapan kemasyarakatan: kumpulkan modal sosial sebanyak-banyaknya; bahasa, ilmu sosio-antropologis, kelincahan organisasi, dll. #Nikah

77. Per #Nikah-an kita harus hadir sebagai pengokoh kebajikan masyarakat, bukan beban ataupun pelengkap-penderita. Utama lagi, jadi pelopor

78. Mulailah dengan perkenalan berkesan pada lingkungan. Saat walimah nanti; tetangga rumah tinggal setelah #Nikah adalah yang paling berhak diundang

79. Jika harus pindah tempat tinggal, mulai juga dengan perkenalan. Pr tokoh: datangi silaturrahim. Masyarakat umum: undang tasyakuran. #Nikah

80. Setelah itu, target besarnya adalah menjadikan pintu rumah kita sebagai yang paling pertama diketuk saat masyarakat sekitar memerlukan bantuan. #Nikah




81. Tentu berat menopangnya sendiri. Maka yang harus kita punya bukan hanya ASET, melainkan juga AKSES. Bangun jaringan saling menguatkan. #Nikah

82. Ilmuilah bagaimana cara menguruskan jaminan kesehatan miskin, beasiswa tak mampu, biaya RS, mobil jenazah gratis, dll DEMI TETANGGA KITA #Nikah

83. Tampillah sebagai yang penting & bermanfaat dalam hajat-hajat kebahagiaan maupun duka tetangga, juga rayaan-rayaan sosial-masyarakat. #Nikah

84. Tampillah sebagai yang terbaik sejangkau sesuai kemampuan; Imam Masjid, muadzin, Guru TPA, Bendahara RT, Ketua RW, Pendoa jenazah, dst #Nikah

85. Tampillah sebagai nan paling besar kontribusi dalam kebaikan-kebaikan sosial: Agustusan, Syawalan, Kerja Bakti, Arisan, Pengajian, dst #Nikah

86. Ringkas kata untuk persiapan sosial #Nikah ini adalah bermampu diri untuk menjadi pribadi & keluarga yang AMAN, RAMAH, BERMANFAAT #Nikah

87. Tuntaslah KulTwit Persiapan #Nikah yang diambil dari bagian awal buku Bahagianya Merayakan Cinta #BMC

Nah, demikian tadi resume kultwit dari Gurunda Salim A. Fillah... :)


Nah, kalau boleh kusaranin nich, untuk mendukung yang disampaikan Gurunda Salim A. Fillah tadi, silakan sahabat baca buku yang terkait, seperti Bahagia Merayakan Cinta (Salim A. Fillah), Kado Pernikahan Untuk Istriku (Muh. Fauzil Adhim), Psikologi Suami istri, Cara Cerdas Menasehati Suami, Menjadi Istri Shalihah, Bunda Manajer Keluarga, Sakinah Bersamamu (Asma Nadia), Khadijah The True Love, 'Aisyah The True Beauty, Fatimah, dan masih banyak buku-buku lainnya... :)

Banyak buku-buku yang memuat banyak ilmu tentang pernikahan yang bisa dibaca... :)

Semoga bermanfaat ya... :)
Diposkan oleh Lina Lidia di 19.25
Karena Hidup Hanya Sekali ...
 

Seberat apapun beban hidup kita hari ini ...
Sekuat apapun godaan yang harus kita hadapi…..
Sekokoh apapun cobaan yang harus kita jalani….
Sebesar apapun kegagalan yang kita rasai……
Sejenuh apapun hari-hari kita lalui…….

Jangan pernah berhenti berharap pada pertolongan Ilahi ...
Jangan pernah berhenti berdoa kepada Rabbi
Karena harapan adalah masa depan
Karena harapan adalah sumber kekuatan
Karena doa adalah pintu kebaikan
Karena doa adalah senjata orang beriman.

Kita mungkin pernah merasakan betapa tidak berartinya
hidup ini, jenuh dan membosankan. Kita seperti manusia yang tidak ada gunanya lagi hidup di dunia. Hari-hari yang kita lalui hampa tiada arti.
Kegagalan kita temui disana-sini. Cobaan dan rintangan kita hadapi tiada henti.
Beban hidup tarasa berat menjerat. Bagi mereka yang tidak punya iman, mengakhiri hidup yang indah ini seringkali menjadi pilihan.

Hidup ini hanya sekali, terlalu indah untuk kita buat sia-sia, karena memang Allah menciptakan makhluknya tidak untuk sia-sia.
Betapa bahagianya hidup ini bila kita jalani dengan penuh semangat dan optimisme yang tinggi.
Betapa indahnya hidup ini bila hari-hari kita jalani dengan senyum kebahagiaan dan sikap positif memandang masa depan.
Betapa sejuknya bila kita sabar menghadapi setiap permasalahan, kemudian kita berusaha
memecahkannya dan mengambil ibroh dari setiap kejadiaan.

Sebuah pakupun akan menghadapi masalah pada tubuhnya bila tidak tepat menempatkan diri. Bila ia terletak di tanah basah, suatu saat ia akan berkarat, tidak memiliki guna, terinjak, bahkan mungkin suatu saat akan terkubur bersama karat yang menyelimutinya. Tapi bila kita bisa menempatkannya di tempat yang tepat, kita tancapkan pada sebuah dinding, walaupun ia berkarat, paku itu berguna bagi manusia. Sebagai penyangga, tempat gantungan, atau sebagai penyatu berbagai benda.
Begitu pula kehidupan manusia. Bila kita tidak tepat menempatkan diri
kita, tidak sadar siapa diri kita, tidak tahu untuk apa kita di dunia, kita
hanyalah seonggok jasad hidup yang terlunta-lunta.
Bila kita tidak memanfaatkan potensi yang ada, selalu memandang negatif setiap
peristiwa, membiarkan diri berlumur dosa, bahkan tidak tahu dengan Sang Pencipta, kita adalah makhluk hidup yang tidak berguna. Kemudian hidup ini pun terasa berat untuk kita lalui.

Masalah dan cobaan adalah bunga kehidupan orang-orang beriman.
Kembalilah kepada Tuhan bila kita menghadapinya agar kita tenang.
Lihat, apakah kita sudah tepat menempatkan diri.
Jangan menjadi paku yang terletak di tanah basah.
Tapi jadilah paku yang dapat menyangga kehidupan manusia.
Walaupun kecil, tanpa paku itu sebuah bangunan besar tidak akan pernah berdiri.





PENYAKIT RIYA

Oleh : Ridwan hamidi, Lc
Nash-nash al Qur`an dan as Sunnah menunjukkan bahwa riya adalah perbuatan haram dan mencela pelakunya. Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa telah berfirman :
( فويل للمصلين( 4)الذين هم عن صلاتهم ساهون( 5)الذين هم يراءون( 6
(سورة الماعون)
ه 􀑧 ادة رب 􀑧 شرك بعب 􀑧 الحا ولا ي 􀑧 لا ص 􀑧 ل عم 􀑧 ه فليعم 􀑧 اء رب 􀑧 وا لق 􀑧 ان يرج 􀑧 ن آ 􀑧 فم
( أحدا(سورة الكهف: 110
Dalam sebuah hadits qudsi Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda :
لا 􀑧 ل عم 􀑧 ن عم 􀑧 شرك م 􀑧 ن ال 􀑧 شرآاء ع 􀑧 ى ال 􀑧 ا أغن 􀑧 الى : أن 􀑧 ارك وتع 􀑧 ال الله تب 􀑧 ق
أشرك فيه معي غيري ترآته وشرآه
Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa berfirman : “Aku Dzat yang paling tidak membutuhkan sekutu. Barang siapa yang beramal dengan menyekutukanku, maka Aku tinggalkan dia dan perbuatan syiriknya.” (HR Imam Muslim no 2985)
Dan Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam juga telah bersabda :
إن أخوف ما أخاف عليكم الشرك الأصغر قالوا يا رسول الله وما
الشرك الأصغر قال الرياء إن الله تبارك وتعالى يقول يوم تجازى العباد
بأعمالهم اذهبوا إلى الذين آنتم تراءون بأعمالكم في الدنيا فانظروا هل
تجدون عندهم جزاء
“Sesungguhnya yang paling saya takutkan pada kalian adalah syirik paling kecil” Para sahabat bertanya : “Apa yang dimaksud syirik paling kecil itu?” Beliau menawab : “Riya`” Sesungguhnya Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa berfirman pada hari semua amal hamba dibalas (hari kiamat) : “ Datangilah orang yang dulu kalian tunjukkan amal kalian padanya di dunia, lihatlah apakah kalian mendapatkan balasan dari mereka.” (HR Ahmad no 22742 dan Al Baghawi. Syekh al Albani berkata : sanadnya baik (jayyid) (lihat Silsilah Hadits Shahihah no 951)
Abu Umamah al Bahiliy melihat seorang lelaki di dalam masjid sedang menangis ketika sujud, kemudian beliau berkata : “Anda, seandainya ini anda lakukan di rumah anda (tentu lebih baik).”
HAKEKAT RIYA`
Kata riya` berasal dari kata ru`yah (melihat). Asalnya adalah mencari kedudukan di hati manusia dengan menunjukkan kepada mereka berbagai perangai dan sifat baik. Adapun yang ditunjukkan kepada manusia cukup banyak, namun bisa dikelompokkan menjadi lima bagian, yang semuanya merupakan sarana yang biasa digunakan oleh seorang hamba untuk berhias di hadapan manusia, yaitu : fisik (badan), pakaian, perkataan, perbuatan, pengikut, dan barang-barang yang tampak di luar.
Adapun riya` dalam agama dengan badannya adalah dengan menampakkan keletihan dan kelelahan yang mengesankan kerja keras, merasa sedih memikirkan berbagai persoalan agama dan sangat takut dengan akhirat.
Adapun riya` dengan penampilan dan pakaian seperti rambut kusut, menundukkan kepala ketika berjalan, sangat tenang dalam melakukan aktivitas dan membiarkan bekas sujud menempel di wajahnya.

Riya` dengan perkataan seperti riya` yang dilakukan oleh orang-orang mendalami agama dengan memberikan mau’izhah (nasehat), peringatan dan berbicara dengan kata-kata hikmah (mutiara) dan atsaar (Hadits Nabi atau perkataan ‘ulama`) untuk menampakkan perhatiannya dengan perbuataan orang-orang shaleh serta menggerakkan kedua bibirnya untuk bedzikir di depan orang banyak.
Riya` dengan amal seperti riya`nya orang yang shalat dengan memanjangkan berdiri, sujud dan ruku’, menundukkan kepala dan tidak menoleh.
Sedangkan riya` dengan teman dan orang-orang yang mengunjungi seperti orang yang meminta seorang alim ulama mengunjungi supaya dikatakan bahwa (alim) fulan sudah mengunjungi fulan.
TUJUAN RIYA`
Orang yang riya` mempunyai tujuan-tujuan yang bisa kita bagi menjadi beberapa tingkat,
Pertama : Tujuannya adalah agar ia dapat lebih leluasa berbuat ma’siyat. Seperti orang yang riya` dengan menampakkan taqwa dan wara`. Tujuannya agar dikenal orang sebagai orang yang mempunyai sifat amanah kemudian orang-orang memberikan kedudukan untuk posisi tertentu atau mempercayakan pembagian harta (zakat, infak dan yang sejenis) kepadanya. Ia mendapat keuntungan dari kepercayaan tersebut. Ini adalah jenis riya` yang dibenci oleh Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa karena menjadikan ta’at kepada Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa sebagai salah satu tangga menuju kema’siyatan kepada Nya.
Kedua : Tujuannya mendapatkan keuntungan duniawi semata, baik berupa harta ataupun wanita yang ingin dinikahinya. Seperti orang yang menampakkan ilmu dan ketaqwaannya karena ingin menikah atau mendapatkan uang. Ini juga riya` yang dicela, karena ia melakukan ketaatan karena mencari keuntungan duniawi, tetapi tingkatannya di bawah yang pertama.
Ketiga : Tidak bertujuan mendapatkan harta atau menikahi wanita, tetapi ia menampakkan ibadah karena takut dilihat kurang oleh orang, tidak dianggap orang-orang khusus dan zuhud serta dianggap seperti orang-orang pada umumnya.
PEMBAGIAN RIYA
1. Riya` Jaliy (tampak jelas) yaitu riya` yang menjadi pendorong untuk beramal meski dimaksudkan untuk mendapatkan pahala.
2. Riya` Khafiy (samar). Riya` ini lebih ringan. Meski bukan motivasi untuk beramal tetapi membuat amalnya yang ditujukan karena Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa lemah. Seperti orang yang biasa melakukan tahajjud setiap malam dan itu ia jalani dengan berat, tetapi kalau ada tamu yang datang (menginap) ia tambah semangat dan ia jalani shalat tersebut dengan ringan. Tergolong dalam jenis riya` khafiy juga adalah orang yang menyembunyikan berbagai ketaatannya, tetapi jika orang-orang melinhatnya ia senang jika orang-orang menyambutnya dengan penuh ceria dan penghormatan, memujinya, bersemangat untuk membantu memenuhi keperluannya, tidak banyak menuntutnya dalam berjual beli dan memberinya tempat (dalam berbagai pertemuan) dan jika ada orang yang kurang memberikan haknya hatinya merasa keberatan.
Orang-orang yang ikhlas senantiasa takut terhadap riya` khafiy. Kesungguhannya untuk menyembunyikan berbagai ketaatannya lebih besar daripada kesungguhan orang-orang menyembunyikan keburukan mereka. Semua itu ia lakukan karena mengharap agar seluruh amal shalehnya ikhlas, kemudian hanya Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa yang membalasnya pada hari kiamat karena keikhlasan mereka. Sebab mereka mengetahui bahwa pada hari kiamat nanti tidak akan diterima (amalan) kecuali dari orang yang ikhlas dan mereka menyadari bahwa pada saat itu mereka sangat membutuhkannya.

OBAT RIYA` DAN CARA MEMBERSIHKAN HATI DARI RIYA
 Anda telah mengetahui bahwa riya` menghapuskan amal, sebab kemurkaan Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa dan merupakan pembinasa yang paling besar. Kalau memang begini sifatnya maka sudah sepantasnya untuk secara sungguh-sungguh menghilangkannya. Ada beberapa tingkatan untuk mengatasinya.
Pertama : Memotong akar dan asal usulnya yaitu senang dipuji, menghindari pahitnya dicela dan sangat tamak terhadap yang dimiliki manusia. Tiga hal inilah yang menggerakan orang untuk riya`. Cara mengatasinya : Menyadari bahaya riya` dan akibat yang ditimbulkannya dengan tidak didapatkannya hati yang baik (bersih), terhalang mendapatkan taufiq di dunia, tidak mendapatkan kedudukan di sisi Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa di akhirat nanti, balasan yang akan diterima berupa siksaan, kemurkaan yang dahsyat dan kehinaan yang tampak. Bagaimanapun, jika seorang hamba memikirkan kehinaan tersebut, kemudian membandingkan apa yang didapatkannya dari menampakkan keindahan (perkataan, amal dll) dihadapan manusia di dunia dengan apa yang tidak bisa ia raih di akhirat dan pahala yang terhapus, ia akan dengan mudah menghilangkan keinginan tersebut. Seperti orang yang mengetahui bahwa madu itu enak tetapi kalau ternyata di dalamnya ada racun yang akan berakibat buruk baginya, ia akan tinggalkan madu tersebut.
Kedua : Menghilangkan berbagai (bisikan) yang sempat mengganggunya ketika melakukan ibadah. Ini juga perlu dipelajari. Orang yang berjuang memerangi (penyakit) jiwanya dengan memotong akar-akar riya`, menghilangkan rasa tamak dan menganggap hina pujian dan celaan orang, kadang-kadang syetan tidak membiarkannya pada saat menjalankan ibadah, tetapi membisikkan riya`. Jika terbetik dalam benaknya bahwaorang-orang sedang melihatnya, melawannya dengan mengatakan pada dirinya : Apa urasanmu dengan orang-orang itu, merek tahu atau tidak, Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa mengetahui keadaanmu. Apa faidahnya orang mengetahui (amal kita) ? Jika keinginan untuk mendapatkan pujian sedang bergejolak, ingat dengan penyakit riya` yang ada dalam hatinya yang menyebabkannya mendapatkan murka dari Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa dan kerugian ukhrawi lainnya.
SALAH, JIKA ORANG MENINGGALKAN KETAATAN KARENA TAKUT RIYA`
Ada orang yang meninggalkan amal karena takut riya`. Ini satu sikap salah, cocok dengan keinginan syetan untuk mengajak manusia malas (beramal) dan meninggalkan kebaikan. Selama motivasi untuk beramalnya sudah benar dan sesuai dengan tuntunansyari’at yang lurus, maka jangan meninggalkan amal karena ada bisikan riya`, tetapi ia wajib berusaha mengatasi bisikan riya`, menanamkan dalam dirinya malu terhadap Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa dan mengganti pujian manusia dengan pujian Nya.
Fudhail bin Iyadl berkata : “Beramal karena manusia adalah syirik, meninggalkan amal karena manusia adalah riya` dan ikhlas adalah Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa selamatkan anda dari keduanya.”
Ada orang alim lain yang berkata : “Barang siapa yang meninggalkan amal karena takut ikhlas maka ia telah meninggalkan ikhlas dan amal.
(Diterjemahkan dari buku Al Bahrur Roo-iq fiz Zuhdi War Roqoo-iq karya DR Ahmad Farid. Penerbit Muassasah al Kutub ats Tsaqofiyah, cetakan pertama, hal 117-120)



Kuat Memegangi Prinsip

Written By Admin on Selasa, 25 Maret 2014 | 07.49

Pkskelapadua.com, - Harus ada keyakinan kuat yang mereka pegangi agar bisa tegak kepalanya, mantap langkahnya, jelas tujuannya, dan ada alasan yang kuat untuk bertindak dan bekerja keras. Keyakinan kuat kepada Allah Yang Maha Menciptakan hampir tidak ada artinya jika tidak ada petunjuk yang pasti benarnya untuk hidup yang sesuai dengan kehendak-Nya. Tidak ada artinya pula jika petunjuk itu berubah-ubah tanpa kepastian. Ringkasnya, petunjuk itu harus pasti dan meyakinkan. Betul-betul petunjuk dari Allah ‘Azza wa Jalla. Bukan rekaan. Dan al-Qur’an adalah kitab yang sempurna. Dan di bulan Ramadhan ini selalu di-taddarus dan amalkan.

Tak kalah pentingnya untuk diperhatikan, petunjuk itu haruslah menjadi pijakan dalam bertindak serta acuan dalam berpikir dan bersikap. Mengacu pada petunjuk, kita mengarahkan pikiran, sikap, keinginan dan tindakan kita. Berpijak pada petunjuk, kita membangkitkan mimpi-mimpi dalam diri kita untuk meraihnya sekaligus memperoleh kebaikan dari usaha maupun hasilnya. Petunjuk menjadi daya penggerak (driving force) untuk bertindak, berjuang, bersungguh-sungguh dan berkorban untuk menjalani serta mewujudkan cita-cita yang bersifat moralistik-idealistik.

Apakah petunjuk yang pasti benarnya itu? Al-Qur’an. Allah Ta’ala menjamin, “Alif Laam Miim. Kitab (al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib, yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka, dan mereka yang beriman kepada Kitab (al-Qur’an) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat.” (Al-Baqarah [2]: 1-4).
Tetapi…

Al-Qur’an tidak memberi manfaat jika kita menggunakannya sebagai pembenaran atas pendapat dan keinginan kita, bukan sebagai sumber kebenaran. Kita kehilangan petunjuk. Pada saat yang sama, sikap itu membuat anak-anak kehilangan kepercayaan terhadap al-Qur’an, meski secara kognitif mengakuinya sebagai kitab suci. Hilangnya kepercayaan itu secara pasti akan menyebabkan anak kehilangan rasa hormat terhadap kesucian agama sehingga hampir tidak mungkin menjadikannya sebagai pembentuk sikap hidup yang kokoh.

Maka, kita perlu menghidupkan budaya mengambil petunjuk dari al-Qur’an semenjak anak-anak masih amat belia. Kita mengakrabkan mereka dengan kebiasaan mengenali bagaimana kemauan al-Qur’an dalam setiap urusan sekaligus membuktikan kebenaran al-Qur’an. Kita membiasakan mereka untuk mencerna ayat al-Qur’an, lalu mengajak mereka menemukan apa yang harus mereka kerjakan berdasarkan ayat-ayat tersebut.

Ini berarti, kita memperkenalkan tradisi mendeduksikan pesan-pesan al-Qur’an dalam pemahaman. Artinya, bermula dari ayat al-Qur’an kita belajar merumuskan sikap dan tindakan. Bermula dari al-Qur’an, kita mengarahkan perasaan dan pikiran kita. Berpijak pada al-Qur’an, kita menilai segala sesuatu. Dalam hal ini, al-Qur’an menjadi penilai, penjelas dan pembeda.

Cara memperkenalkan al-Qur’an yang semacam ini akan lebih sempurna jika orangtua maupun guru memiliki kecakapan untuk memahami “maksud al-Qur’an yang sebenarnya,” sebelum mengeksplorasi lebih jauh. Hal ini kita lakukan dengan membiasakan anak memahami maksud tiap ayat berdasarkan tafsir yang otoritatif, yakni tafsir baku yang semua mufassir terpercaya menerimanya. Sebab tidak mungkin kita mengambil petunjuk dari sesuatu kecuali dengan memahami maksud yang sebenarnya. Tanpa memahami maksud yang sebenarnya, kita bukannya mengambil petunjuk dari al-Qur’an, tetapi menjadikan al-Qur’an sebagai penguat dari pendapat kita tanpa kita menyadari.

Ambillah contoh sederhana. Dalam al-Qur’an, Allah Subhanahu WaTta’ala (SWT) berfirman, “….Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri…..” (Ar-Ra’d [13]: 11).

Penggalan ayat ini sering menjadi argumentasi mereka yang sedang meyakinkan saudara-saudaranya untuk melakukan perubahan nasib. Padahal, ayat ini sebenarnya menunjukkan bahwa pada dasarnya Allah Ta’ala limpahkan kebaikan dan kemuliaan kepada kita sampai jiwa kita berubah. Jika iman sudah bertukar dengan kekufuran dan taat berganti dengan kemaksiatan, maka Allah ‘Azza wa Jalla akan mencabut kenikmatan tersebut dari suatu kaum.

Nah.
Contoh sederhana ini menunjukkan betapa pentingnya kita menghidupkan budaya mengambil petunjuk secara tepat. Sebab, salah dalam mengambil petunjuk –meski sumber petunjuknya benar—akan salah pula tindakan yang kita ambil, sehingga akibat berikutnya pun akan salah.

Di sini kita perlu berhati-hati. Pemahaman, perasaan, sikap, keyakinan dan tidak terkecuali tindakan, banyak berawal dari perkataan. Cara kita mengungkapkan, sangat berpengaruh terhadap pemahaman, penghayatan dan keyakinan. Sangat berbeda akibatnya bagi keyakinan anak terhadap al-Qur’an. Salah cara kita berbicara, salah pula sikap anak terhadap al-Qur’an sebagai petunjuk untuk masa-masa selanjutnya.

Sangat berbeda pengaruhnya bagi pikiran ketika kita berkata, “Begitulah Allah Ta’ala berfirman. Karena itu…, kita perlu berusaha dengan sungguh-sungguh agar bisa lebih banyak bersedekah.” Kalimat ini mengisyaratkan bahwa al-Qur’an adalah sumber petunjuk dan inspirasi tindakan. Sedangkan kalimat berikut, melemahkan keyakinan anak terhadap al-Qur’an karena terasa sebagai pembenaran. Bukan sumber kebenaran. Sainslah yang menjadi sumber kebenaran manakala kalimat kita berbunyi, “Berdasarkan penemuan mutakhir tadi kita bisa melihat bahwa sikap kita bisa mempengaruhi alam semesta, meskipun kelihatannya tidak merusak. Karena itu…, tidak heran kalau Allah Ta’ala berfirman….”

Agar anak semakin percaya kepada al-Qur’an, suasana yang menjadikan al-Qur’an sebagai petunjuk dan acuan dalam bertindak perlu dihidupkan. Ini menuntut budaya pembelajaran yang kontekstual. Seorang guru al-Qur’an adalah guru yang kemana pun ia pergi, ia akan menunjukkan kepada murid-muridnya bagaimana al-Qur’an berbicara. Melalui cara ini anak memperoleh pengalaman mental bahwa al-Qur’an melingkupi seluruh aspek kehidupan, sehingga anak semakin dekat hatinya kepada petunjuk. Selengkapnya, pembicaraan tentang ini akan kita lanjutkan pada edisi mendatang.

Anak-anak juga perlu memperoleh pengalaman iman dan sekaligus intelektual bahwa al-Qur’an merupakan penimbang, penilai dan pemberi kata putus tentang benar tidaknya sebuah pendapat, bahkan penemuan yang dianggap ilmiah sekalipun. Bukan sebaliknya, menakar kebenaran al-Qur’an dari sains. Untuk itu, seorang guru perlu memiliki wawasan luas, meski yang diajarkan di sekolah hanya satu mata pelajaran: tahfidz. Menghafal al-Qur’an. Tujuannya, agar murid tidak hanya hafal di otak, tetapi lebih penting lagi meyakini di hati.

Selebihnya, tidak bisa tidak, modal yakin dan tidak ragu sama sekali terhadap al-Qur’an adalah dengan mengenal dan mengimani sumber al-Qur’an, yakni Allah Ta’ala dan proses turunnya. Ringkasnya, ternyata untuk mengajak anak-anak meyakini al-Qur’an, guru tidak cukup sekedar bisa membaca. Hanya dengan meyakini secara total sehingga tidak ada keraguan di dalamnya, al-Qur’an bisa menjadi daya penggerak untuk bertindak. Dengan demikian, mereka tidak sekedar hafal. Lebih dari itu, hidup jiwanya dan kuat keyakinannya dalam memegangi prinsip. 
 
Mohammad Fauzil Adhim

Tidak ada komentar:

Posting Komentar