BLOG

SEMOGA BLOG INI DAPAT BERMANFAAT, .........

Sabtu, 30 November 2013

BUNDA

BUNDA
Cerpen Karya Chairunnisa Athena
Dengar laraku ...
Suara hati ini memanggil namamu ...
Karena separuh aku ...
Dirimu ...

Toktoktok.
Aku menggeliat di atas tempat tidur sambil menguap panjang. “Iya bun, bentar lagi aku juga bangun,” Pagi ini entah untuk yang keberapa kalinya Bunda mengetuk pintu kamarku, bahkan sambil menggedor dan meneriakkan namaku.
Sambil menatap weker di atas meja, aku segera merapikan tempat tidur dan melipat selimut. Beeeh, baru juga jam setengah enam. Aku mengeluh dalam hati.
Aku segera beranjak keluar kamar dan mengambil handuk. “Ada apa sih, Bun? Ini kan baru jam setengah enam. Biasanya aku juga bangun jam setengah tujuh kok,” Bunda tersenyum. Peluh menetes deras dari ubun-ubunnya. Pasti Bunda habis menyiapkan dagangan ke pasar.
“Bunda pusing, kamu siapin sarapan sendiri ya,” Ujarnya sambil meneguk segelas air putih hangat. “Iya deh,” Ujarku cepat sambil melingkarkan handuk ke leherku.
Bunda - Cerpen Ibu
“Nanda,” Bunda mengetuk pintu kamarku. “Belum selesai juga nak? Jangan lama-lama dandannya, kamu belum sarapan kan nak? Nanti telat.” Bunda menyentuh pundakku. “Kayaknya Nanda ngga sarapan deh bun, Nanda belum masak nih, nanti Nanda telat,” Ujarku sambil meringis. “Ya sudah, bunda buatin roti bakar aja ya.”
Aku bersorak dalam hati melihat bunda keluar kamar. Uuh. Masa pagi-pagi aku disuruh masak? Bau bawang ah.
Aku meraih ganggang pintu depan. Bunda lama banget masaknya. Kalau bunda nanti marah aku ngga makan, kan salah bunda. Kenapa masaknya lama bener? Aku kan bisa telat.
Aku meraih sepatu di rak dan menutup pintu depan dengan perlahan. Setengah berlari aku menuju gang depan dan menyetop angkot.
Tak seperti biasanya hari ini angkot sepi. Yang ada hanya aku dan tiga orang cewek SMA yang lagi ketawa-ketiwi nggak jelas. Acuh tak acuh aku mengeluarkan handphone dari dalam tas dan mendengarkan musik dari headset.
Lima belas menit perjalanan dari rumah kulalui sambil berdendang pelan mengikuti suara penyanyi favoritku. Aah, rasa lapar sedikit menggangguku. Tapi, begitu melihat teman-temanku yang berkumpul di dekat gerbang, rasa lapar itu bukan lagi sebuah masalah.

“Nandaaaa,” Sebuah suara memanggilku. Sambil mengikatkan lengan jaket ke pinggangku, aku menoleh. “Hei,” Jawabku sambil tersenyum. Tasya berlari menghampiriku sambil membetulkan letak dasinya.
“Ngelamun aja loe. Makan yuk!” Katanya sambil menepuk pundakku. “Malas banget, entar lagi kan Mr. Punk mau masuk, ogah gue disuruh hormat bendera panas-panas gini.”
“Hush!” Ujar Tasya sambil terkikik mendengarku memangil Pak Nas dengan sebutan Mr. Punk. “Enggak kok, beliau nggak masuk hari ini. Katanya sih anak 9-6 kemarin kosong sama dia, ke Pekan Baru, seminggu ini.”
“Ouuuh,” Bibirku melengkung membentuk huruf O besar. Kurogoh sakuku untuk memeriksa sisa uangku. Kebiasaan. Kalau mau jajan harus periksa kantong dulu, siapa tau lagi sial kan?
Agak gelagapan aku memeriksa saku rokku, saku bajuku kosong-melompong. Sambil menarik saku rok keluar aku mecoba mengingat-ingat kembali. Oiyaa, duit buat hari ini kan udah gue jajanin kemaren. Siaal! Mana dompet gue tinggalin di kasur lagi.

Melihat gelagatku yang bengong sambil memegang saku, Tasya langsung terkikik. ”Cie, ngga bawa duit nih! Entar-entar aja deh makannya,” Tasya langsung membetulkan seragamnya dan mulai melangkah.
“Woii, traktir gue dong! Sekaliii aja! Laper nih, belum makan dari pagiii!” Mendengar teriakanku yang bergema di sepanjang selasar, Tasya langsung ambil langkah seribu. Dasar!!

Pusing.
Ternyata begini rasanya ngga makan seharian. Mana pulang masih lama lagi. Nanda memijit pelan pelipisnya dan mencoba meredamnya dengan memakan permen karet yang sudah lewat expired yang dia temuin di dalam tas.
Hera yang duduk di sebelahnya acuh tak acuh tetap memandang ke arah papan tulis. Nanda tahu benar, Hera punya banyak persediaan cokelat dalam tasnya. Tapi mau bagaimana? Gengsi dong minta-minta sama si pelit yang satu ini. Nanda mencoba menidurkan kepalanya di atas meja sambil mencoret-coret buku di depannya.
Matanya berat. Ia pengen tidur, bentaaar saja. Perutnya sakit dan dia udah ga tahan lagi. Nanda menelan ludahnya mencoba menahan sebentar lagi. Tapi semua sudah keburu gelap dan yang ada di pikiran Nanda hanya deru nafas yang bergema di dalam kepalanya.

“Ndaaa...”
Nanda membuka matanya perlahan. Sosok kecil dan ringkih itu duduk di ujung kasur ruang UKS. Nanda memicingkan kedua matanya. Silau. Sejak kapan bunda sekurus itu?
“Halo sayang,” Bunda memijit kakiku dan tersenyum lemah. “Yuk makan, nih udah bunda bawain bubur ayam Mang Adi, kesukaan kamu.”

Bunda meraih bantal di kepalaku dan menegakkan kepalaku di atasnya. “Nggak ah Bunda, perut Nanda masih perih.” Bunda tersenyum lagi. Tak pernah aku melihat bunda sesabar ini sebelumnya.
“Ayo dong sayang,” Bunda mencoba lagi sambil membuka kotak bubur. Aku diam seribu bahasa, kalau sudah begini biasanya bunda bakal cepet ngalah. Tapi perkiraanku salah, bunda tetap mencoba merayuku sambil sesekali mengusap-usap rambutku.
“Nggak bundaaaaa,” Aku mulai merajuk. Bunda terdiam dan mengambil kotak bubur dari atas meja dan menyodorkannya ke arahku. “KENAPA SIH BUNDA NGGA BISA DIKASIH TAHU!!?” Aku berteriak dan mendorong lengan bunda. Kotak terlempar. Bubur berterbaran. Bunda terdiam dan menatapku kosong. Aku menangis. Pusing yang amat hebat menyerang kepalaku tepat di titik didihnya.

“Ndaaaa...”
Aku membuka mata. “Iya bunda, Nanda ngga mau makan buburnya.”
Bisik-bisik terdengar, cahaya matahari yang masuk dari sela-sela gorden membuatku sulit melihat. “Emmm ini gue Nda,” Itu suara Tasya. Sesaat aku langsung terjaga dan melihat seluruh murid di kelas lagi duduk bersila di lantai atau duduk di sekitar kasurku. “Mana bunda gue Sya? Gue pengen pulang, bilangin dong. Gue pengen minta maaf, gue ga maksud buat ngelemparin bubur tadi.” Tasya tercengang dan menatap teman-temanku.

Bu Anti yang duduk di sudut ujung kanan kasurku menatapku tajam dengan mata dan hidung yang memerah. Sapu tangan yang digenggamnya basah kuyup entah oleh apa.
“Bubur apa Nda?” Tasya mulai terisak. Matanya berkaca-kaca.
“Ya bubur ayamlah Sya. Eh tapi kok kasurnya udah bersih sih? Kan tadi buburnya jatuh di sini,” Aku mengelus-ngelus kasur dan merapatkan selimut ke seluruh badanku. Segan dipadangi dengan berbagai ekspresi oleh teman-temanku.

Tasya terisak lagi dan tiba-tiba Bu Anti menangis. “Oke, sebenernya ada apa sih?” UKS yang sedari tadi bising langsung hening. Seluruh mata tertuju padaku dan tiba-tiba sebuah suara memenuhi telingaku.
“Bundamu mengalami kecelakaan saat hendak menjengukmu ke sini, Nak. Ia tertabrak mobil di depan warung Mang Adi setelah membelikan bubur untukmu. Keadaannya kritis, Nda. Ia gegar otak parah dan kehabisan darah. Maaf Nda, keadaan sudah enggak memihak sama kita,” Di sudut pintu UKS Ayah memandangku dengan tangan bergetar. Jelas sekali sisa-sisa air mata di pipinya. Sebelumnya aku tak pernah melihat ayah menangis. “Maaf Nda, Ayah ngga bisa ngejagain Bunda.”
Tasya memelukku. Bu Anti menangis lagi dan beberapa siswa mulai menenangkannya. Ayah mendekatiku dan mengulurkan tangannya padaku. “Ayaaah...”

Dalam dekapan Ayah seluruh tubuhku menggigil. Lututku bergetar. Oksigen, aku butuh oksigen. Aku butuh udara. Sandiwara ini terlalu berat untukku. Aku tak bisa menjalani peran yang seperti ini.
“...Nanda ingin bilang maaf sama bunda saat ini juga, Yah. Nanda pengen denger bunda bilang sayang sama Nanda, Yah.” Haru yang kudengar. Kepalaku tersentak oleh rasa sakit yang tak tertahankan. Aku hanya ingin tidur lagi. Bangun, dan semua hanya akan menjadi sebuah mimpi buruk.

PROFIL PENULIS
Add facebook : Chairunnisa Athena
No. Urut : 190
Tanggal Kirim : 27/11/2013 21:14:01

BUNDA

BUNDA
Cerpen Karya Chairunnisa Athena
Dengar laraku ...
Suara hati ini memanggil namamu ...
Karena separuh aku ...
Dirimu ...

Toktoktok.
Aku menggeliat di atas tempat tidur sambil menguap panjang. “Iya bun, bentar lagi aku juga bangun,” Pagi ini entah untuk yang keberapa kalinya Bunda mengetuk pintu kamarku, bahkan sambil menggedor dan meneriakkan namaku.
Sambil menatap weker di atas meja, aku segera merapikan tempat tidur dan melipat selimut. Beeeh, baru juga jam setengah enam. Aku mengeluh dalam hati.
Aku segera beranjak keluar kamar dan mengambil handuk. “Ada apa sih, Bun? Ini kan baru jam setengah enam. Biasanya aku juga bangun jam setengah tujuh kok,” Bunda tersenyum. Peluh menetes deras dari ubun-ubunnya. Pasti Bunda habis menyiapkan dagangan ke pasar.
“Bunda pusing, kamu siapin sarapan sendiri ya,” Ujarnya sambil meneguk segelas air putih hangat. “Iya deh,” Ujarku cepat sambil melingkarkan handuk ke leherku.
Bunda - Cerpen Ibu
“Nanda,” Bunda mengetuk pintu kamarku. “Belum selesai juga nak? Jangan lama-lama dandannya, kamu belum sarapan kan nak? Nanti telat.” Bunda menyentuh pundakku. “Kayaknya Nanda ngga sarapan deh bun, Nanda belum masak nih, nanti Nanda telat,” Ujarku sambil meringis. “Ya sudah, bunda buatin roti bakar aja ya.”
Aku bersorak dalam hati melihat bunda keluar kamar. Uuh. Masa pagi-pagi aku disuruh masak? Bau bawang ah.
Aku meraih ganggang pintu depan. Bunda lama banget masaknya. Kalau bunda nanti marah aku ngga makan, kan salah bunda. Kenapa masaknya lama bener? Aku kan bisa telat.
Aku meraih sepatu di rak dan menutup pintu depan dengan perlahan. Setengah berlari aku menuju gang depan dan menyetop angkot.
Tak seperti biasanya hari ini angkot sepi. Yang ada hanya aku dan tiga orang cewek SMA yang lagi ketawa-ketiwi nggak jelas. Acuh tak acuh aku mengeluarkan handphone dari dalam tas dan mendengarkan musik dari headset.
Lima belas menit perjalanan dari rumah kulalui sambil berdendang pelan mengikuti suara penyanyi favoritku. Aah, rasa lapar sedikit menggangguku. Tapi, begitu melihat teman-temanku yang berkumpul di dekat gerbang, rasa lapar itu bukan lagi sebuah masalah.

“Nandaaaa,” Sebuah suara memanggilku. Sambil mengikatkan lengan jaket ke pinggangku, aku menoleh. “Hei,” Jawabku sambil tersenyum. Tasya berlari menghampiriku sambil membetulkan letak dasinya.
“Ngelamun aja loe. Makan yuk!” Katanya sambil menepuk pundakku. “Malas banget, entar lagi kan Mr. Punk mau masuk, ogah gue disuruh hormat bendera panas-panas gini.”
“Hush!” Ujar Tasya sambil terkikik mendengarku memangil Pak Nas dengan sebutan Mr. Punk. “Enggak kok, beliau nggak masuk hari ini. Katanya sih anak 9-6 kemarin kosong sama dia, ke Pekan Baru, seminggu ini.”
“Ouuuh,” Bibirku melengkung membentuk huruf O besar. Kurogoh sakuku untuk memeriksa sisa uangku. Kebiasaan. Kalau mau jajan harus periksa kantong dulu, siapa tau lagi sial kan?
Agak gelagapan aku memeriksa saku rokku, saku bajuku kosong-melompong. Sambil menarik saku rok keluar aku mecoba mengingat-ingat kembali. Oiyaa, duit buat hari ini kan udah gue jajanin kemaren. Siaal! Mana dompet gue tinggalin di kasur lagi.

Melihat gelagatku yang bengong sambil memegang saku, Tasya langsung terkikik. ”Cie, ngga bawa duit nih! Entar-entar aja deh makannya,” Tasya langsung membetulkan seragamnya dan mulai melangkah.
“Woii, traktir gue dong! Sekaliii aja! Laper nih, belum makan dari pagiii!” Mendengar teriakanku yang bergema di sepanjang selasar, Tasya langsung ambil langkah seribu. Dasar!!

Pusing.
Ternyata begini rasanya ngga makan seharian. Mana pulang masih lama lagi. Nanda memijit pelan pelipisnya dan mencoba meredamnya dengan memakan permen karet yang sudah lewat expired yang dia temuin di dalam tas.
Hera yang duduk di sebelahnya acuh tak acuh tetap memandang ke arah papan tulis. Nanda tahu benar, Hera punya banyak persediaan cokelat dalam tasnya. Tapi mau bagaimana? Gengsi dong minta-minta sama si pelit yang satu ini. Nanda mencoba menidurkan kepalanya di atas meja sambil mencoret-coret buku di depannya.
Matanya berat. Ia pengen tidur, bentaaar saja. Perutnya sakit dan dia udah ga tahan lagi. Nanda menelan ludahnya mencoba menahan sebentar lagi. Tapi semua sudah keburu gelap dan yang ada di pikiran Nanda hanya deru nafas yang bergema di dalam kepalanya.

“Ndaaa...”
Nanda membuka matanya perlahan. Sosok kecil dan ringkih itu duduk di ujung kasur ruang UKS. Nanda memicingkan kedua matanya. Silau. Sejak kapan bunda sekurus itu?
“Halo sayang,” Bunda memijit kakiku dan tersenyum lemah. “Yuk makan, nih udah bunda bawain bubur ayam Mang Adi, kesukaan kamu.”

Bunda meraih bantal di kepalaku dan menegakkan kepalaku di atasnya. “Nggak ah Bunda, perut Nanda masih perih.” Bunda tersenyum lagi. Tak pernah aku melihat bunda sesabar ini sebelumnya.
“Ayo dong sayang,” Bunda mencoba lagi sambil membuka kotak bubur. Aku diam seribu bahasa, kalau sudah begini biasanya bunda bakal cepet ngalah. Tapi perkiraanku salah, bunda tetap mencoba merayuku sambil sesekali mengusap-usap rambutku.
“Nggak bundaaaaa,” Aku mulai merajuk. Bunda terdiam dan mengambil kotak bubur dari atas meja dan menyodorkannya ke arahku. “KENAPA SIH BUNDA NGGA BISA DIKASIH TAHU!!?” Aku berteriak dan mendorong lengan bunda. Kotak terlempar. Bubur berterbaran. Bunda terdiam dan menatapku kosong. Aku menangis. Pusing yang amat hebat menyerang kepalaku tepat di titik didihnya.

“Ndaaaa...”
Aku membuka mata. “Iya bunda, Nanda ngga mau makan buburnya.”
Bisik-bisik terdengar, cahaya matahari yang masuk dari sela-sela gorden membuatku sulit melihat. “Emmm ini gue Nda,” Itu suara Tasya. Sesaat aku langsung terjaga dan melihat seluruh murid di kelas lagi duduk bersila di lantai atau duduk di sekitar kasurku. “Mana bunda gue Sya? Gue pengen pulang, bilangin dong. Gue pengen minta maaf, gue ga maksud buat ngelemparin bubur tadi.” Tasya tercengang dan menatap teman-temanku.

Bu Anti yang duduk di sudut ujung kanan kasurku menatapku tajam dengan mata dan hidung yang memerah. Sapu tangan yang digenggamnya basah kuyup entah oleh apa.
“Bubur apa Nda?” Tasya mulai terisak. Matanya berkaca-kaca.
“Ya bubur ayamlah Sya. Eh tapi kok kasurnya udah bersih sih? Kan tadi buburnya jatuh di sini,” Aku mengelus-ngelus kasur dan merapatkan selimut ke seluruh badanku. Segan dipadangi dengan berbagai ekspresi oleh teman-temanku.

Tasya terisak lagi dan tiba-tiba Bu Anti menangis. “Oke, sebenernya ada apa sih?” UKS yang sedari tadi bising langsung hening. Seluruh mata tertuju padaku dan tiba-tiba sebuah suara memenuhi telingaku.
“Bundamu mengalami kecelakaan saat hendak menjengukmu ke sini, Nak. Ia tertabrak mobil di depan warung Mang Adi setelah membelikan bubur untukmu. Keadaannya kritis, Nda. Ia gegar otak parah dan kehabisan darah. Maaf Nda, keadaan sudah enggak memihak sama kita,” Di sudut pintu UKS Ayah memandangku dengan tangan bergetar. Jelas sekali sisa-sisa air mata di pipinya. Sebelumnya aku tak pernah melihat ayah menangis. “Maaf Nda, Ayah ngga bisa ngejagain Bunda.”
Tasya memelukku. Bu Anti menangis lagi dan beberapa siswa mulai menenangkannya. Ayah mendekatiku dan mengulurkan tangannya padaku. “Ayaaah...”

Dalam dekapan Ayah seluruh tubuhku menggigil. Lututku bergetar. Oksigen, aku butuh oksigen. Aku butuh udara. Sandiwara ini terlalu berat untukku. Aku tak bisa menjalani peran yang seperti ini.
“...Nanda ingin bilang maaf sama bunda saat ini juga, Yah. Nanda pengen denger bunda bilang sayang sama Nanda, Yah.” Haru yang kudengar. Kepalaku tersentak oleh rasa sakit yang tak tertahankan. Aku hanya ingin tidur lagi. Bangun, dan semua hanya akan menjadi sebuah mimpi buruk.

PROFIL PENULIS
Add facebook : Chairunnisa Athena
No. Urut : 190
Tanggal Kirim : 27/11/2013 21:14:01

Jumat, 29 November 2013

PENYAKIT RIYA

PENYAKIT RIYA

Oleh : Ridwan hamidi, Lc
Nash-nash al Qur`an dan as Sunnah menunjukkan bahwa riya adalah perbuatan haram dan mencela pelakunya. Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa telah berfirman :
( فويل للمصلين( 4)الذين هم عن صلاتهم ساهون( 5)الذين هم يراءون( 6
(سورة الماعون)
ه 􀑧 ادة رب 􀑧 شرك بعب 􀑧 الحا ولا ي 􀑧 لا ص 􀑧 ل عم 􀑧 ه فليعم 􀑧 اء رب 􀑧 وا لق 􀑧 ان يرج 􀑧 ن آ 􀑧 فم
( أحدا(سورة الكهف: 110
Dalam sebuah hadits qudsi Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda :
لا 􀑧 ل عم 􀑧 ن عم 􀑧 شرك م 􀑧 ن ال 􀑧 شرآاء ع 􀑧 ى ال 􀑧 ا أغن 􀑧 الى : أن 􀑧 ارك وتع 􀑧 ال الله تب 􀑧 ق
أشرك فيه معي غيري ترآته وشرآه
Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa berfirman : “Aku Dzat yang paling tidak membutuhkan sekutu. Barang siapa yang beramal dengan menyekutukanku, maka Aku tinggalkan dia dan perbuatan syiriknya.” (HR Imam Muslim no 2985)
Dan Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam juga telah bersabda :
إن أخوف ما أخاف عليكم الشرك الأصغر قالوا يا رسول الله وما
الشرك الأصغر قال الرياء إن الله تبارك وتعالى يقول يوم تجازى العباد
بأعمالهم اذهبوا إلى الذين آنتم تراءون بأعمالكم في الدنيا فانظروا هل
تجدون عندهم جزاء
“Sesungguhnya yang paling saya takutkan pada kalian adalah syirik paling kecil” Para sahabat bertanya : “Apa yang dimaksud syirik paling kecil itu?” Beliau menawab : “Riya`” Sesungguhnya Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa berfirman pada hari semua amal hamba dibalas (hari kiamat) : “ Datangilah orang yang dulu kalian tunjukkan amal kalian padanya di dunia, lihatlah apakah kalian mendapatkan balasan dari mereka.” (HR Ahmad no 22742 dan Al Baghawi. Syekh al Albani berkata : sanadnya baik (jayyid) (lihat Silsilah Hadits Shahihah no 951)
Abu Umamah al Bahiliy melihat seorang lelaki di dalam masjid sedang menangis ketika sujud, kemudian beliau berkata : “Anda, seandainya ini anda lakukan di rumah anda (tentu lebih baik).”
HAKEKAT RIYA`
Kata riya` berasal dari kata ru`yah (melihat). Asalnya adalah mencari kedudukan di hati manusia dengan menunjukkan kepada mereka berbagai perangai dan sifat baik. Adapun yang ditunjukkan kepada manusia cukup banyak, namun bisa dikelompokkan menjadi lima bagian, yang semuanya merupakan sarana yang biasa digunakan oleh seorang hamba untuk berhias di hadapan manusia, yaitu : fisik (badan), pakaian, perkataan, perbuatan, pengikut, dan barang-barang yang tampak di luar.
Adapun riya` dalam agama dengan badannya adalah dengan menampakkan keletihan dan kelelahan yang mengesankan kerja keras, merasa sedih memikirkan berbagai persoalan agama dan sangat takut dengan akhirat.
Adapun riya` dengan penampilan dan pakaian seperti rambut kusut, menundukkan kepala ketika berjalan, sangat tenang dalam melakukan aktivitas dan membiarkan bekas sujud menempel di wajahnya.

Riya` dengan perkataan seperti riya` yang dilakukan oleh orang-orang mendalami agama dengan memberikan mau’izhah (nasehat), peringatan dan berbicara dengan kata-kata hikmah (mutiara) dan atsaar (Hadits Nabi atau perkataan ‘ulama`) untuk menampakkan perhatiannya dengan perbuataan orang-orang shaleh serta menggerakkan kedua bibirnya untuk bedzikir di depan orang banyak.
Riya` dengan amal seperti riya`nya orang yang shalat dengan memanjangkan berdiri, sujud dan ruku’, menundukkan kepala dan tidak menoleh.
Sedangkan riya` dengan teman dan orang-orang yang mengunjungi seperti orang yang meminta seorang alim ulama mengunjungi supaya dikatakan bahwa (alim) fulan sudah mengunjungi fulan.
TUJUAN RIYA`
Orang yang riya` mempunyai tujuan-tujuan yang bisa kita bagi menjadi beberapa tingkat,
Pertama : Tujuannya adalah agar ia dapat lebih leluasa berbuat ma’siyat. Seperti orang yang riya` dengan menampakkan taqwa dan wara`. Tujuannya agar dikenal orang sebagai orang yang mempunyai sifat amanah kemudian orang-orang memberikan kedudukan untuk posisi tertentu atau mempercayakan pembagian harta (zakat, infak dan yang sejenis) kepadanya. Ia mendapat keuntungan dari kepercayaan tersebut. Ini adalah jenis riya` yang dibenci oleh Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa karena menjadikan ta’at kepada Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa sebagai salah satu tangga menuju kema’siyatan kepada Nya.
Kedua : Tujuannya mendapatkan keuntungan duniawi semata, baik berupa harta ataupun wanita yang ingin dinikahinya. Seperti orang yang menampakkan ilmu dan ketaqwaannya karena ingin menikah atau mendapatkan uang. Ini juga riya` yang dicela, karena ia melakukan ketaatan karena mencari keuntungan duniawi, tetapi tingkatannya di bawah yang pertama.
Ketiga : Tidak bertujuan mendapatkan harta atau menikahi wanita, tetapi ia menampakkan ibadah karena takut dilihat kurang oleh orang, tidak dianggap orang-orang khusus dan zuhud serta dianggap seperti orang-orang pada umumnya.
PEMBAGIAN RIYA
1. Riya` Jaliy (tampak jelas) yaitu riya` yang menjadi pendorong untuk beramal meski dimaksudkan untuk mendapatkan pahala.
2. Riya` Khafiy (samar). Riya` ini lebih ringan. Meski bukan motivasi untuk beramal tetapi membuat amalnya yang ditujukan karena Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa lemah. Seperti orang yang biasa melakukan tahajjud setiap malam dan itu ia jalani dengan berat, tetapi kalau ada tamu yang datang (menginap) ia tambah semangat dan ia jalani shalat tersebut dengan ringan. Tergolong dalam jenis riya` khafiy juga adalah orang yang menyembunyikan berbagai ketaatannya, tetapi jika orang-orang melinhatnya ia senang jika orang-orang menyambutnya dengan penuh ceria dan penghormatan, memujinya, bersemangat untuk membantu memenuhi keperluannya, tidak banyak menuntutnya dalam berjual beli dan memberinya tempat (dalam berbagai pertemuan) dan jika ada orang yang kurang memberikan haknya hatinya merasa keberatan.
Orang-orang yang ikhlas senantiasa takut terhadap riya` khafiy. Kesungguhannya untuk menyembunyikan berbagai ketaatannya lebih besar daripada kesungguhan orang-orang menyembunyikan keburukan mereka. Semua itu ia lakukan karena mengharap agar seluruh amal shalehnya ikhlas, kemudian hanya Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa yang membalasnya pada hari kiamat karena keikhlasan mereka. Sebab mereka mengetahui bahwa pada hari kiamat nanti tidak akan diterima (amalan) kecuali dari orang yang ikhlas dan mereka menyadari bahwa pada saat itu mereka sangat membutuhkannya.

OBAT RIYA` DAN CARA MEMBERSIHKAN HATI DARI RIYA
 Anda telah mengetahui bahwa riya` menghapuskan amal, sebab kemurkaan Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa dan merupakan pembinasa yang paling besar. Kalau memang begini sifatnya maka sudah sepantasnya untuk secara sungguh-sungguh menghilangkannya. Ada beberapa tingkatan untuk mengatasinya.
Pertama : Memotong akar dan asal usulnya yaitu senang dipuji, menghindari pahitnya dicela dan sangat tamak terhadap yang dimiliki manusia. Tiga hal inilah yang menggerakan orang untuk riya`. Cara mengatasinya : Menyadari bahaya riya` dan akibat yang ditimbulkannya dengan tidak didapatkannya hati yang baik (bersih), terhalang mendapatkan taufiq di dunia, tidak mendapatkan kedudukan di sisi Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa di akhirat nanti, balasan yang akan diterima berupa siksaan, kemurkaan yang dahsyat dan kehinaan yang tampak. Bagaimanapun, jika seorang hamba memikirkan kehinaan tersebut, kemudian membandingkan apa yang didapatkannya dari menampakkan keindahan (perkataan, amal dll) dihadapan manusia di dunia dengan apa yang tidak bisa ia raih di akhirat dan pahala yang terhapus, ia akan dengan mudah menghilangkan keinginan tersebut. Seperti orang yang mengetahui bahwa madu itu enak tetapi kalau ternyata di dalamnya ada racun yang akan berakibat buruk baginya, ia akan tinggalkan madu tersebut.
Kedua : Menghilangkan berbagai (bisikan) yang sempat mengganggunya ketika melakukan ibadah. Ini juga perlu dipelajari. Orang yang berjuang memerangi (penyakit) jiwanya dengan memotong akar-akar riya`, menghilangkan rasa tamak dan menganggap hina pujian dan celaan orang, kadang-kadang syetan tidak membiarkannya pada saat menjalankan ibadah, tetapi membisikkan riya`. Jika terbetik dalam benaknya bahwaorang-orang sedang melihatnya, melawannya dengan mengatakan pada dirinya : Apa urasanmu dengan orang-orang itu, merek tahu atau tidak, Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa mengetahui keadaanmu. Apa faidahnya orang mengetahui (amal kita) ? Jika keinginan untuk mendapatkan pujian sedang bergejolak, ingat dengan penyakit riya` yang ada dalam hatinya yang menyebabkannya mendapatkan murka dari Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa dan kerugian ukhrawi lainnya.
SALAH, JIKA ORANG MENINGGALKAN KETAATAN KARENA TAKUT RIYA`
Ada orang yang meninggalkan amal karena takut riya`. Ini satu sikap salah, cocok dengan keinginan syetan untuk mengajak manusia malas (beramal) dan meninggalkan kebaikan. Selama motivasi untuk beramalnya sudah benar dan sesuai dengan tuntunansyari’at yang lurus, maka jangan meninggalkan amal karena ada bisikan riya`, tetapi ia wajib berusaha mengatasi bisikan riya`, menanamkan dalam dirinya malu terhadap Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa dan mengganti pujian manusia dengan pujian Nya.
Fudhail bin Iyadl berkata : “Beramal karena manusia adalah syirik, meninggalkan amal karena manusia adalah riya` dan ikhlas adalah Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa selamatkan anda dari keduanya.”
Ada orang alim lain yang berkata : “Barang siapa yang meninggalkan amal karena takut ikhlas maka ia telah meninggalkan ikhlas dan amal.
(Diterjemahkan dari buku Al Bahrur Roo-iq fiz Zuhdi War Roqoo-iq karya DR Ahmad Farid. Penerbit Muassasah al Kutub ats Tsaqofiyah, cetakan pertama, hal 117-120)